Selasa, 26 November 2013

Analisis Wacana Kritis (CDA)

Analisis Wacana Kritis

a.       Pengertian
Michael Stubbs dalam Slembrouck (Slembrouck, 2006)  menyatakan bahwa wacana memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut, (a) memberi perhatian terhadap penggunaan bahasa (language use, bukan language system) yang lebih besar daripada kalimat atau ujaran, (b) memberi perhatian pada hubungan antara bahasa dengan masyarakat dan (c) memberi perhatian terhadap perangkat interaktif dialogis dari komunikasi sehari-hari. Slembrouck juga menekankan bahwa analisis terhadap wacana tidak memandang secara bias antara bahasa lisan atau tertulis, jadi keduanya dapat dijadikan objek pemeriksaan analisis wacana.
Crystal dan Cook dalam Nunan (Nunan, 1993) mendefinisikan wacana sebagai unit bahasa lebih besar daripada kalimat, sering berupa satuan yang runtut/koheren dan memiliki tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah agama, argumen, lelucon atau cerita. Nunan melihat unsur-unsur keruntutan dan koherensi sebagai hal yang penting untuk menilai sebuah wacana. Sementara Lubis (Lubis,1994) mendefinisikan wacana sebagai 'kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda.
Berkembangnya studi wacana atau analisis wacana dalam ranah linguistik ini merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap mazhab linguistik formal struktural yang cenderung lebih terpaku pada sistem kebahasaan terhadap unit mikro seperti imbuhan, kata, frasa, klausa dan kalimat, dan kurang peduli terhadap penggunan bahasa (language use). Padahal makna sering tidak bisa dipahami secara komprehensif dalam kata, klausa atau kalimat yang terpilah dari konteksnya. Makna sering harus dilihat dalam unit yang lebih besar dan luas seperti percakapan, dan harus mempertimbangkan konteks.
Istilah wacana yang digunakan dalam Critical Discourse Analysis (CDA) yang dikembangkan para ahli linguistik sosial seperti Norman Fairclough, Teun van Dijk, Ruth Wodak memiliki pemahaman yang berbeda dari pemahaman di atas. Dalam konteks ini wacana dimaknai sebagai pernyataan-pernyataan yang tidak hanya mencerminkan atau merepresentasikan melainkan juga menkonstruksi dan membentuk entitas dan relasi sosial.
Dalam studi ideologi dan relasi kekuasaan kita sering harus mempersoalkan wacana yang berkembang agar dapat memahami ideologi tersebut secara maksimal. Menurut Van Dijk (Dijk,2000) ideologi membawa pengaruh terhadap wacana, dan wacana berperan penting dalam pembentukan ideologi. Pemahaman terhadap ideologi dengan demikian harus disertai dengan pemahaman terhadap wacana seperti apa yang telah berperan dalam membangun ideologi tersebut.
Kata kritis (critical) dalam CDA membawa konsekuensi yang tidak ringan. Pengertian kritis di sini bukan untuk diartikan secara negatif sebagai menentang atau memperlihatkan keburukan-keburukan dari subjek yang diperiksa semata. Kata kritis menurut Wodak hendaknya dimaknai sebagai sikap tidak menggeneralisir persoalan melainkan memperlihatkan kompleksitasnya; menentang penciutan, penyempitan atau penyederhanaan, dogmatisme dan dikotomi. Kata kritis juga mengandung makna refleksi diri melalui proses, dan membuat struktur relasi kekuasaan dan ideologi yang pada mulanya tampak keruh, kabur dan tak jelas menjadi terang. Kritis juga bermakna skeptis dan terbuka pada pikiran-pikiran alternatif (Wodak, 2007).

b.      Metodologi
Analisis wacana merupakan teori atau metode analisis yang banyak menggunakan teknik interpretasi. Pada tingkat lanjut interpretasi yang dilakukan mengacu pada model dekonstruksi yang dikembangkan Derrida, yakni model pembacaan yang yang dilakukan guna menunjukkan apa yang terkubur atau tersembunyi di balik ujaran. Karena bersifat interpretatif maka reliabilitas dan validitas analisis sering dipertanyakan. Tetapi reliablilitas dan validitas ini bisa dipertanggungjawabkan melalui logika dan rasional dari argumen-argumen yang dihasilkan. Dengan kata lain validitas penelitian tergantung pada kualitas logika analisis serta kualitas retorik dari argumen yang digunakan peneliti dalam membahas data.
CDA juga bersifat eksplanatif atau menjelaskan bukan sekadar deskriptif, sehingga peneliti tidak boleh terjebak dalam analisis yang bersifat superficial atau kulitan. Antaki et al memerinci beberapa kelemahan metodologis CDA yang sering ditemukannya dalam laporan hasil penelitian atau tulisan dalam jurnal ilmiah. Di antara kelemahan-kelemahan metodologis tersebut adalah perancuan antara analisis wacana dengan peringkasan atau deskripsi wacana, minimnya penjelasan terhadap kutipan wawancara, dan keberpihakan dalam melakukan analisis.

c.       Tujuan
Melalui CDA peneliti dapat mengajak masyarakat untuk melemparkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ontologis dan epistemologis tentang hal-hal yang diproblematisasikan.
Agenda utama CDA adalah mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis. Dengan demikian CDA mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial.
Fairclough dan Wodak (Fairclough & Wodak, 1997: 270)  mengidentifikasi karakteristik CDA sebagai berikut:
-          Memberi perhatian pada masalah-masalah sosial;
-          Percaya bahwa relasi kekuasaan bersifat diskursif, atau mengada dalam wacana;
-          Percaya bahwa wacana berperan dalam pembentukan masyarakat dan budaya;
-          Percaya bahwa wacana berperan dalam membangun ideologi;
-          Percaya bahwa wacana bersifat historis;
-          Memediasikan hubungan antara teks dan masyarakat siosial;
-          Bersifat interpretatif dan eksplanatif;
-          Percaya bahwa wacana merupakan suatu bentuk aksi sosial.


Melalui CDA, peneliti berusaha mengungkap motivasi dan politik yang berada di balik argumen-argumen yang membela atau menentang suatu metode, pengetahuan, nilai, atau ajaran tertentu. Melalui upaya-upaya itu CDA berkeinginan untuk membangun informasi dan kesadaran yang lebih baik akan kualitas atau keterbatasan dari masing-masing metode, pengetahuan, nilai, atau ajaran tersebut.

LOGIKA DAN ALGORITMA KOMPUTER (SIMULASI DAN KOMUNIKASI DIGITAL)

PERTEMUAN KEDUA SIMULASI DAN KOMUNIKASI DIGITAL  SMKN 1 CARIU Tahun Ajaran 2020/2021 "LOGIKA DAN ALGORITMA KOMPUTER"...